8 WAKTU-WAKTU ANJURAN UNTUK BERJIMA’ (BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI,ML,SENGGAMA,BERSETUBUH,NGE-SEX)

tanganhatiDALAM ISLAM ADA WAKTU-WAKTU YANG DIANJURAN UNTUK BERJIMA’, JIKA KITA MELAKSANAKAN WAKTU WAKTU YANG DIANJURKAN OLEH RASULULLAH INI MAKA KITA AKAN MENDAPATKAN KETURUNAN YANG BAIK-BAIK DAN SEMPURNA SESUAI DENGAN YANG KITA HARAPKAN.

Adapun hadists Rasulullah Salallahu alaihi wasalam tentang waktu-waktu yang dianjurkan untuk berjima’ sebagai berikut:

1. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu bacalah : “Allahumma Jannibnis Syaitan Wajanibis Syaitan Mimma Rozaktani.” Maka yang demikian itu kalau Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu anak, tidak dimudaratkan oleh syaitan terhadapnya selama-lamanya. “

2. “Wahai Ali..! hendaklah kamu berjima’ dengan isterimu pada malam Isnin maka sesungguhnya jika Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak, ia akan menjadi seorang yang berpegang teguh kepada kitab Allah (Al-Quran) dan redha terhadap segala pemberian Allah s.w.t. (baik d! an buruk Qada’ dan Qadar Allah).”

3. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu pada malam Selasa, Allah s.w.t. akan memberi kepada kamu berdua anak yang mendapat nikmat Mati Syahid sesudah syahadah : ‘Anla ilahaillallah wa anna Muhammada ar-Rasulullah’ dan Allah s.w.t. tidak azabkannya (turun bala kepadanya) bersama-sama orang musyrikin, mulutnya berbau harum yang akan melembutkan hati orang, bersih lidahnya daripada mengumpat, berdusta dan mengadu-domba. “

4. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu malam Khamis, maka Allah s.w.t. akan mengurniakan kepada kamu berdua anak yang bijaksana, atau seorang yang alim,di kalangan orang-orang yang alim.”

5. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu sewaktu matahari di tengah langit, Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua seorang anak yang tidak di hampiri syaitan sehingga ia beruban (tua) dan menjadi seorang yang faqih serta Allah s.w.t. rezekikan kepadanya keselamatan agama dan dunia.”

6. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu pada malam Jumaat dan nanti anak kamu berdua adalah seorang pemidato yang berwibawa dan petah.”

7. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu pada hari Jumaat, selepas Asar, Allah s.w.t. akan kurniakan seorang anak yang terkenal, masyhor dan alim.”

8. “Wahai Ali..! jika kamu berjima’ dengan isterimu pada malam Jumaat selepas Isyak yang akhir, maka sesungguhnya di harapkan anakmu nanti menjadi seorang yang abdal (terkemuka)

Wasiat Rasululullah s.a.w
Kaffarat bagi suami yang menggauli isterinya yang sedang haidh.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang menggauli isterinya yang sedang haidh. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Hendaklah ia bershadaqah dengan satu dinar atau setengah dinar.’”[18]

• Apabila seorang suami ingin bercumbu dengan isterinya yang sedang haidh, ia boleh bercumbu dengannya selain pada kemaluannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

“Lakukanlah apa saja kecuali nikah (jima’/ bersetubuh).” [19]

• Apabila suami atau isteri ingin makan atau tidur setelah jima’ (bercampur), hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu’ terlebih dahulu, serta mencuci kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila beliau hendak tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu’ seperti wudhu’ untuk shalat. Dan apabila beliau hendak makan atau minum dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kedua tangannya kemudian beliau makan dan minum.” [20]

Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, ia berkata,

“Apabila Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk shalat.” [21]

• Sebaiknya tidak bersenggama dalam keadaan sangat lapar atau dalam keadaan sangat kenyang, karena dapat membahayakan kesehatan.

• Suami isteri dibolehkan mandi bersama dalam satu tempat, dan suami isteri dibolehkan saling melihat aurat masing-masing.

Adapun riwayat dari ‘Aisyah yang mengatakan bahwa ‘Aisyah tidak pernah melihat aurat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah riwayat yang bathil, karena di dalam sanadnya ada seorang pendusta. [22]

DOA SEBELUM BERHUBUNGAN SEX DENGAN ISTRI SENDIRI…

Mungkin banyak orang yang selalu lupa membaca do’a saat akan berhubungan intim dengan istrinya sendiri.  Maka tak heran jika dari hasil hubungan itu banyak terlahir anak-anak yang tidak taat kepada perintah Allah. Karena pada proses awalnya sudah dibantu oleh setan.Baca artikel saya tentang Hati-hati jamgan berjima’ dengan setan.

Maka sebelum melakukan hubungan Rasulullah SAW mengajarkan doa yang singkat ini . Walaupun singkat banyak dari kita yang tidak hafal.

Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah :”Seandainya salah seorang dari kamu apabila mendatangi (menyetubuhi) istrinya ia
mengucapkan :
Bismillahi, Allahumma jannibnasy syaithana wajannibisy-syaithana maa razaqtanaa

[Dengan Nama Allah, ya Allah jauhkan setan dari kami dan jauhkan setan dari (anak) yang Engkau berikan kepadakami],
maka sesungguhnya jika ditakdirkan diantara keduanya didalam persetubuhan itu akan mendapat anak,
niscaya setan tidak akan membahayakan anak itu selamanya. ( Hadits Shahih riwayat : Bukhari 1/45,6/141, Muslim 4/155, Abu Dawud no. 2161, Darimi 2/145, Ibnu Majah no. 1919, Baihaqi 7/149, Ath-Thiyalis no.
2705, Ahmad 1/216, 217, 220, 243, 283, 286, Termidzi, Nasa’i, Ibnu Abi syaibah)

Fiqh Hadits :
a. Disunnatkan bagi orang yang hendak bercampur dengan istrinya, terlebih dahulu mengucapkan do’a perlindungan sebagaimana diajarkan Nabi. Faedahnya,
pertama : Supaya suami-istri itu dijauhkan dari Allah dari berbagai macam gangguan dan tipu daya setan didalam melepaskan hajatnya masing-masing. Sebab tidak jarang suami-istri yang habis berkumpul kemudian
bertengkar satu sama lain saling menyalahkan yang akhirnya berlarut-larut. Faedah yang kedua : Jika ditakdirkan akan mendapatkan anak dari hasil persetubuhan itu, maka setan tidak akan membikin
bahaya terhadap anak itu selamanya.

b. Sabda Nabi : “Niscaya setan tidak akan membahayakan anak itu selamanya”, maksudnya setan tidak akan sampai membuat anak itu menjadi kufur. Ini disebabkan berkah nama Allah.

Wallahu ‘alam bi showab.

SEX = SEDEKAH (HUBUNGAN SEX DENGAN ISTRI MENURUT ISLAM ADALAH SEDEKAH)

Sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan, Islam tidak pernah memberangus hasrat seksual. Islam memberikan panduan lengkap agar seks bisa tetap dinikmati seorang muslim tanpa harus kehilangan ritme ibadahnya.

Bulan Syawal, bagi umat Islam Indonesia, bisa dibilang sebagai musim kawin. Anggapan ini tentu bukan tanpa alasan. Kalangan santri dan muhibbin biasanya memang memilih bulan tersebut sebagai waktu untuk melangsungkan aqad nikah.

Kebiasaan tersebut tidak lepas dari anjuran para ulama yang bersumber dari ungkapan Sayyidatina Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq yang dinikahi Baginda Nabi pada bulan Syawwal. Ia berkomentar, “Sesungguhnya pernikahan di bulan Syawwal itu penuh keberkahan dan mengandung banyak kebaikan.”

Namun, untuk menggapai kebahagiaan sejati dalam rumah tangga tentu saja tidak cukup dengan menikah di bulan Syawwal. Ada banyak hal yang perlu dipelajari dan diamalkan secara seksama oleh pasangan suami istri agar meraih ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), baik lahir maupun batin. Salah satunya –dan yang paling penting– adalah persoalan hubungan intim atau dalam bahasa fiqih disebut jima’.

Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim –menurut Islam– termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang sangat besar. Karena jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam.

Selain itu jima’ yang halal juga merupakan iabadah yang berpahala besar. Rasulullah SAW bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itu lah setiap hubungan seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW.

Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.

Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya: Jangan sampai tidak berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan mengalami kesulitan; Jangan sampai tidak makan, agar usus tidak menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks, karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.

Wajahnya Muram
Muhammad bin Zakariya menambahkan, “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram.”
Sedangkan di antara manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim, adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya, melalui kenikmatan tiada tara yang dihasilkannya.

Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragj yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Mengapa wajib? Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar islam, la dharara wa la dhirar (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.

Namun, kepuasan yang wajib diupayakan dalam jima’ adalah kepuasan yang berada dalam batas kewajaran manusia, adat dan agama. Tidak dibenarkan menggunakan dalih meraih kepuasan untuk melakukan praktik-praktik seks menyimpang, seperti sodomi (liwath) yang secara medis telah terbukti berbahaya. Atau penggunaan kekerasaan dalam aktivitas seks (mashokisme), baik secara fisik maupun mental, yang belakangan kerap terjadi. Maka, sesuai dengan kaidah ushul fiqih “ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajibun” (sesuatu yang menjadi syarat kesempurnaan perkara wajib, hukumnya juga wajib), mengenal dan mempelajari unsur-unsur yang bisa mengantarkan jima’ kepada faragh juga hukumnya wajib.

Bagi kaum laki-laki, tanda tercapainya faragh sangat jelas yakni ketika jima’ sudah mencapai fase ejakulasi atau keluar mani. Namun tidak demikian halnya dengan kaum hawa’ yang kebanyakan bertipe “terlambat panas”, atau –bahkan— tidak mudah panas. Untuk itulah diperlukan berbagai strategi mempercepatnya.

Dan, salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.
Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah SAW, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’. Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).

Bau Mulut
Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai tehnik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima’, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan. Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.

Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.

Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari, “Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”

Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalm satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.

Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata, “Lakukan seperti yang kemarin.”

Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya. Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).

Posisi Ijba’
Menurut ahli tafsir, ayat ini turun sehubungan dengan kejadian di Madinah. Suatu ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah SAW, karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan seks dalam posisi ijba’ atau tajbiyah.

Ijba adalah posisi seks dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang. Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berjima’ dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling. Lalu turunlah ayat tersebut.

Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah itu Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.

Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Al-Quran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun : berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi..”

Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiannya.