MENJAWAB PERSOALAN JEMAAH TABLIGH TINGGALKAN ANAK ISTERI UNTUK KELUAR DI JALAN ALLAH

JEMAAH TABLIGH TINGGALKAN ANAK ISTRI LI I’LAI KALIMATILLAH.

Perginya seorang keluar di jalan Allah bukan untuk habiskan waktu di masjid, duduk2, dzikir, pegang tasbih, kalaulah ini yang dibuat maka ini adalah bentuk kezaliman terhadap keluarga. Tetapi para shahabat dahulu tinggalkan isteri berbulan-bulan bahkan ada Al Faruq ayah dari Rabi’ah Al Faruq seorang muhaddits telah tinggalkan istri 27 tahun adalah untuk meninggikan kalimat Allah dengan berdakwah. Datang dari kampung ke kampung, Bandar ke Bandar, dengan cara membentuk Jemaah dakwah. Bahkan di zaman Rasulullah saw tak kurang dari 150 jemaah telah dihantar Rasulullah saw. Dan Nabi sendiri telah ikut tak kurang dari 25 kali. Kini orang ramai ingin tegakkan agama hanya dengan duduk2 di kedai kopi sambil mencela sesama muslim…Mungkinkah???

TERTIB DAKWAH JEMAAH TABLIGH ADA DALAM KITAB HAYATUSHAHABAH.

Maulana Muhammad Yusuf Rah A telah berkata: Kalau saya tuliskan suatu kitab usul atau tertib kerja dakwah tabligh ini maka yang membaca hanyalah orang-orang yang ikut dalam kerja dakwah saja sedangkan yang lain tidak membacanya. Padahal dakwah ini memiliki usul dalam kehidupan para sahabat nabi. Karena Allah swt jadikan shahabat sebagai contoh tauladan umat. Untuk itulah saya tuliskan kitab HAYATUSSHAHABAH. Maulana Ahmad Lat telah berkata bahwa kitab Hayatusshahabah sudah cukup untuk dijadikan ushul dalam kerja dakwah dan tabligh ini, tak perlu tambahan apa-apa, siapa yang ikut cara mereka akan ada jaminan keselamatan baginya. Hayatusshahabah dihimpun dalam 3 jilid. Ketiga jilid merupakan keajaiban yang besar, karena belum ada kitab hadits yang ditulis dengan cara seperti ini. Permulaan kitab ditulis dengan ayat : “Dari kalangan orang beriman ada laki-laki yang telah membenarkan janjinya kepada Allah yakni mereka syahid dan mencari cari jalan untukk syahid” Seolah-olah Maulana Yusuf Rah A ingin katakan inilah kitab yang berisi kisah orang yang telah tunaikan janjinya kepada Allah SWT. Akhir dari kitab ini adalah carita tentang bantuan-bantuan Allah secara ghaib yang diberikan kepada para shahabat. Sehingga tengah-tengah antara keduanya adalah berisi cara untuk datangkan bantuan itu.

Mereka menamsilkan bahwa kehidupan shahabat ibarat lautan yang mana jika orang akan berenang di dalamnya harus tanggalkan dulu pakaiannya dan diganti dengan baju renang. Ayat pembuka seolah pakaian yang bias menyelam dalam kehidupan mereka. Selama kita tidak tanggalkan pakaian kita hari ini dan diganti dengan pakaian para sahabat, maka selama itu kita tidak akan faham kehidupan para sahabat dalam memperjuangkan agama. Pakaian kita hari ini yakni saya seorang doktor, seorang guru, seorang ayah, seorang suami, harus kita tanggalkan seketika dan menggantinya dengan pakaian para sahabat yakni Syahid dan Bersiap-siap untuk Syahid.

Ada juga yang mengkritik dan bertanyakan mana dalil dakwah dengan cara keluar di jalan Allah ?? Mana dalilnya tinggalkan anak istri untuk dakwah ?? Mana dalilnya 4 bulan 40 hari? Sebenarnya kisah tersebut telah ada dalam kitab hayatusshahabah dengan sanad hadits yang jelas. Hanya orang yang tidak mahu mujahadah untuk meniru kehidupan shahabat tak akan faham dengan kehidupan mereka. Bagaimana mungkin orang akan faham agama dengan cara satu keadaan yang tak sama. Hanya mengkajinya di majlis taklim setelah itu pulang ke rumah bersuka-ria sama anak istri, menonton TV dll. Sementara para shahabat Nabi bermujahadah dalam terik matahari, kehausan, berhadapan dengan musuh, musim dingin, dsb. Sedangkan Al Quran turun kepada mereka dalam keadaan suasana yang berlainan bukan di majlis taklim. Surah At Taubah turun di musim panas, surat Al Ahzab di musim dingin dsb. Mustahil akan dapat memahami Al Quran tanpa mengambil pengorbanan mereka.

JEMAAH TABLIGH BUKAN ORGANISASI TETAPI DALAM KERJA DAKWAHNYA

TERORGANISIR. Di mulai dari penanggung jawab mereka untuk seluruh dunia yang dikenal dengan Ahli Syura di Nizamuddin, New Delhi, INDIA. Kemudian di bawahnya ada syura Negara, misalnya : Syura Malaysia, Indonesia, Amerika, dll. Kini hampir ada lebih dari 250 negara yang memiliki markaz seperti Masjid Sri Petaling dan Masjid Kebon Jeruk Jakarta. Kemudian ada orang tanggungjawab bagi negeri2 kemudian dipecahkan lagi orang tanggungfjawab bagi halqah2. Di bawah halaqah terdiri dari beberapa mahalah yakni masjid yang hidup amal dakwah dan masing-masing mereka ada tanggungjawab yang dipilih oleh musyawarah tempatan masing-masing. Di India ada masjid yang menjadi Muhallah sekaligus halaqah dimana di dalam masjid hidup 10 kelompok kerja (jemaah yang dihantar tiap bulan 3 hari). Semua permasalahan diputus dalam musyawarah sehingga tak ada perselisihan di antara mereka dan mereka punya sifat taat kepada hasil musyawarah. Walaupun mereka tak pernah katakan bentuk mereka kekhalifahan seperti harakah lain yang mempropagandakan Khilafatul Muslimin, tetapi system jemaah tabligh terlihat begitu rapi sehingga mereka saling kenal satu sama lain karena jumlah orang yang pernah keluar di jalan Allah tercatat dan terdaftar di markaz dunia. Setiap 4 bulan mereka berkumpul musyawarah Negara masing-masing kemuadian dibawa ke musyawarah dunia di Nizamuddin, India. Musyawarah harian ada di mahalah masing-masing untuk memikirkan orang kampung mereka masing-masing sehingga biarpun ada yang pergi tasykiil tetaplah ada orang di maqami yang garap dakwah di sana.

Yang jelas mereka telah amalkan ayat : “Hendaklah ada di antara kamu umat (Ibnu Abbas mengartikan jemaah) yang mengajak kepada kebaikan, memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang yang mendapat kejayaan.” (QS Ali Imran) 

“Kejayaan Manusia Hanya Dalam Agama. Sejauh Mana Dapat Taat Perintah Allah Dan Hidup Ikut Cara Nabi SAW” Insya Allah.

Source: http://blogkarkun.blogspot.com/

Kumpulan Artikel http://Infotekkom.wordpress.com

Dakwah

DA’I muda itu tercenung beberapa saat. Akhirnya ia mengangguk tidak terlalu kentara sambil berucap perlahan. “Baiklah, insya Allah saya bisa melakukannya untuk kesempatan mendatang.” Beberapa pengurus masjid duduk bersila di sekitarnya. Mereka menyambut jawaban sang da’i dengan wajah puas.

Pertemuan itu usai. Setelah berjabat tangan dengan beberapa orang, da’i muda itu bangkit dari duduknya sambil mengucap salam meninggalkan ruang rapat pengurus masjid. Langkahnya ringan, sikapnya pasti. Tapi, sungguh keadaan batinnya saat itu tidak seringan dan seoptimis penampilannya. Seolah ada yang membebaninya hingga langkah-langkah kakinya menuju rumah menjadi berat dan kaku. “Inilah kehidupan da’i,” pikirnya berusaha menghibur diri sambil terus berjalan menuju halte pemberhentian mikrolet. Jama’ah dan orang lain tidak banyak tahu bahwa di balik penampilan yang meyakinkan lewat khotbah dan ceramah-ceramahnya. Seorang da’i masih tetap merupakan manusia biasa. Ia tetap memiliki masalah-masalah dalam hidupnya. Seperti yang dialaminya kini.

Sebenarnya, telah beberapa kali ia diminta untuk memberi ceramah tentang hijab oleh beberapa pengurus masjid Namun, selama itu pula ia menolak dengan halus. Masalah hijab dan jilbab merupakan materi da’wah yang terasa amat berat baginya. Ia merasa belum sanggup untuk melaksanakannya.

Masalahnya, bukan lantaran ia kurang menguasai materinya. Bukan … bukan itu. Walaupun boleh dibilang ia mengetahuinya belum terlalu lama, namun dalil-dalil dan nash-nash tentang hijab dari al-Qur’an dan hadits sudah termemori dengan baik dalam ingatannya. Lagi pula masalah itulah yang selama ini senantiasa menjadi bahan pikirannya. Ia tak perlu lagi membuka catatan-catatan kecilnya yang selalu terselip di saku kemejanya untuk mem-bacakan sural al-Ahzab 59, atau sural an-Nur 31, atau hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang kewajiban setiap muslimah untuk mengenakan jilbab. Semua itu ia hafal dan kuasai. Namun, masalahnya lebih gawat dari itu. Bagaimana tidak? Coba bayangkan, ia harus berceramah tentang kewajiban jilbab bagi setiap muslimah Sementara isterinya sendiri sampai kini belum berjilbab Pengurus masud itu belum tahu keadaan sebenarnya. Bagaimana ia dapat menyampaikan ayat-ayat Allah dengan baik kepada jamaah, sedangkan ia sendiri belum sanggup untuk melakukan apa yang disampaikannya.

Mikrolet yang ditunggu-tunggu belum muncul juga. Ada memang dua yang sudah lewat, namun sudah terlalu banyak manusia berjejal di dalamnya. Ia tak bergairah untuk saling berebut. Menunggu angkutan pada jam-jam selepas kantor seperti ini memang bukan suatu pekerjaan ringan dan menyenangkan. Itu sudah jamak di mana-mana di setiap pelosok Jakarta. Dalam saat-saat seperti ini, ia teringat kembali nasib scooternya yang terpaksa dijual kira-kira sebulan yang lain. “Seandainya scooter itu masih ada, tentu tak perlu hampir setiap sore menunggu angkutan seperti ini,” pikirnya mulai berandai-andai.

Namun, cepat ia menepis pikiran itu. Tak ada pilihan, scooter itu memang harus dijual untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya yang lebih mendesak. Masalah keuangan memang selalu menjadi problem sejak beberapa bulan terakhir ini. Honornya sebagai seorang penceramah tidak cukup untuk menutup biaya kebutuhan rumah tangganya sampai akhir bulan. Apalagi semenjak usaha sampingannya berjualan kain batik dan bahan tekstil tersendat-sendat akhir-akhir ini. Ia menerima ini sebagai konsekuensi pilihan yang memang sudah diperhitungkan sejak mula. Dulu, ia sempat bekerja pada perusahaan swasta yang cukup besar. Posisinya lumayan. Gajinya memadai. Karirnya cukup menjanjikan. Pada akhirnya ia harus keluar. Ia merasa, di situ bukan tempat yang cocok baginya. Banyak hal-hal yang tidak sejalan dengan hati nuraninya.

Isterinya pun semula bekerja di swasta. Namun, semenjak da’i muda itu belajar tentang Islam secara serius barulah ia mengetahui bahwa fitrah seorang isteri adalah di rumah. Ia kemudian meminta isterinya agar keluar dari pekerjaannya. Bukan perkara mudah baginya untuk membujuk dan memberi pengertian pada isterinya. Semula, isterinya dengan tegas menolak. Wataknya memang keras. Tiga bulan adalah wakru yang ia gunakan untuk membujuk isterinya secara terus menerus hingga akhirnya sang isteri pun mau mengalah. Alhamdulillah. Langkah pertama sukses. Tapi, langkah-langkah berikutnya masih tanda tanya besar. Entah berapa lama ia butuh waktu untuk meluluhkan hati isterinya tentang soal jilbab.

Namun, da’i muda itu sadar. Ia tak bisa sepenuhnya menyalahkan isterinya. Dirinya pun punya andil atas sikap keras isterinya. Awalnya memang telah keliru. Ia menikahi isterinya dalam keadaan tidak berjilbab. Kalau sekarang ia gencar menyuruh isterinya berjilbab, tentu isterinya akan berkeras pula menggugat sikap awal ketika hendak menikahinya dulu. Dulu kok, mau?! Nah lho, apa tidak mati kutu. Seandainya sejak pertama ia pagi-pagi sudah mewajibkan isterinya berjilbab, tentu masalahnya akan lain.

Ia memang terlambat mengetahui tentang hukum jilbab. Sesungguhnya dulu ketika masih di kampung, ia pun pernah membaca ayat-ayat tentang jilbab. Namun, ia tak pernah mengkajinya secara mendalam, hingga lewat begitu saja dalam ingatannya. Ia dibesarkan di lingkungan santri di sebuah kota kecamatan kecil yang termasuk wilayah Kabupaten Pekalongan. Sebagaimana umumnya pemuda-pemuda desa, pertama kali ia menginjakkan kakinya di rantau, saat ia mengira dirinya telah banyak memiliki bekal ilmu agama. Namun, kesadaran baru menyergapnya ketika ia mulai tertarik untuk belajar Islam secara intensif dan sungguh-sungguh. Ternyata, banyak hal yang selama ini dilakukannya dan dianggapnya benar, ternyata keliru menurut nilai-nilai Islam yang sebenarnya. Tradisi-tradisi ritual yang berkembang di tengah masyarakat banyak yang mengatasnamakan Islam. Namun, sesungguhnya itu semua jauh dan nilai-nilai Islam, hingga menimbulkan kerancuan yang mengundang kesalahpahaman tentang Islam. Ia dulu juga melakukan hal-hal seperti yang banyak dilakukan orang pacaran, nonton, mendengar musik, merokok, dan lainnya. Karena sudah umum dilakukan orang, ia menyangka bahwa hal-hal semacam itu memang tak dilarang oleh Islam

Suara klakson mengejutkannya. Itu dia ada mikrolet kosong. Cepat ia beranjak menyongsongnya. Ia duduk di pojok. Tak ada pilihan lain. Di sebelahnya seorang wanita muda, barangkali wanita karier. Di depannya juga. Da’i muda itu melepas pecinya, digunakan untuk mengusir gerah dan bau aneka rupa keringat dan aroma parfum wanita di sebelahnya. Dalam hati hati ia mengucap syukur bahwa isterinya setiap sore tak lagi harus turut berdesak-desakan dalam mikrolet dan bis kota sehabis pulang kerja seperti perempuan di sebelahnya ini. Ingatannya berkelana mengenang isterinya dan pertengkaran-pertengkaran di antara mereka yang semakin sering terjadi akhir-akhir ini. Masih melekat perdebatannya pagi tadi sebelum ia pergi: “Apa sampeyan tidak merasa, jeng … bahwa sesungguhnva Allah itu telah menyindir orang-orang seperti kita ini lewat firman-Nya: “Apakah kalian beriman pada sebagian isi kitab-Ku, sedangkan sebagian lainnya kalian menging-karinya?” Itulah kita saat ini.”

Dengan menarik nafas panjang istrinya menjawab dengan nada keras dan kesal. “Kenapa sih baru Mas ributkan masalah ini sekarang? Tiap hari itu-itu saja yang diungkit-ungkit. Aku bosan bertengkar terus, kenapa tidak dari dulu-dulu, sebelum kita kawin misalnya …”

Da’i muda itu lain menjangkau telapak tangan isterinya, berusaha meredakan emosi isterinya. Nada suaranya yang semula sempat terpancing meninggi, kini kembali melunak.

“Dulu ‘kan aku belum tahu hukumnya. Nah, sekarang aku sudah tahu, maka aku wajib memberitahukanmu, Jeng. Cobalah renungkan, aku ini seorang da’i. Setiap tingkah lakuku seyogyanya kan harusmencerminkan setiap ucapan-ucapanku di mimbar. Nah bagaimana aku bisa berkhotbah dengan baik tentang jilbab kalau isteriku sendiri tidak berjilbab.”

“Setiap kali keuar rumah ‘kan aku selalu mengenakan kerudung selendang Mas,” protes isterinya.

“Selendang belum menutup auratmu dengan sempurna. Rambutmu masih keluar-keluar, lehermu masih kelihatan, anting-antingmu juga, bentuk dadamu belum tertutup sempuma.”

Dalam keadaan demikian biasanya sikap keras hati isterinya akan menonjol. Da’i muda itu sudah hafal betul, karenanya ia tidak terlalu surprise ketika isterinya menyanggah, masih dengan nada protes:

“‘Tapi bukankah banyak para ustadzah dan juru da’wah wanita yang hanya melilitkan selendang di kepalanya saat mereka memberikan ceramah agama pada para jama’ah?”

“Itu memang kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Tapi harus diingat, walaupun mereka itu da’iyah atau ustadzah yang luas ilmu agamanya. tapi tidak tertutup kemungkinan mereka untuk keliru, justru di bidang yang digelutinya sehari-hari. Untuk tingkatan mereka seharusnya mereka sudah tahu hukumnya. Entahlah, apa sebabnya sebagian mereka belum bisa melaksanakannya. Yang penting kita perbaiki diri kita dulu. Sesuatu yang keliru tak perlu kita jadikan contoh. Yang jadi pedoman kita hanya al-Qur’an dan Hadits”

“Tapi terus terang, Mas, aku belum siap untuk mengenakan jilbab. Apa nanti kata orang dan saudara-saudara melihat aku pakai jilbab panjang dan jubah lebar, nanti pasti dibilang ekstrimlah, fanatiklah, atau sebutan-sebutan tak enak lainnya.”

“Begini Jeng, setiab perempuan itu sudah siap untuk mengenakan jilbab begitu ia menginjak usia akil baligh. Itu sudah fitrah. Kita saja yang suka mengingkarinya. Coba pikirkan, setiap muslimah setiap kali shalat ia harus mengenakan kerudung yang menutup seluruh auramya kecuali raut muka dan telapak tangan. Seperti itulah seharusnya penampilan muslimah di luar rumah, artinya menutup seluruh auratnya. Itu yang disebut fitrah. Jadi, bukan seperti keadaan yang banyak dilakukan para muslimah sekarang; mengenakan kerudung di saat shalat, memamerkan aurat setelahnya.”

Sang isteri menarik tangannya cepat dari genggaman suaminya. Marah betul agaknya ia.

“Kau ini memang pandai betul bicara, Mas!” katanya ketus sambil bcrdiri menjajakan kemarahannya. Wah, gawat nih.

“Pokoknya aku sudah bosan dengan tuntutan-tuntutanmu itu. Kau menuntutku terlalu banyak, Mas. Selama ini aku sudah berusaha untuk sabar dan selalu mengalah, namun bukannya engkau mengerti, malah semakin menekan dan menuntutku.”

Da’i muda itu tak menjawab. Ia hanya memandang redup isterinya dengan kegalauan yang bertimbunan. Sementara air mata isterinya mulai bercucuran, namun tetap melanjutkan melampiaskan perasannya yang terpendam selama ini.

“Sikap-sikapmu bukan hanya sering menyakiti hatiku, tapi juga sering membikinku malu. Tahukah Mas, bahwa kita ini jadi bahan pergunjingan di antara tetangga dan saudara-saudaraku yang lain. Jeng… suaminya itu ikut aliran apa sih? Begitu sering tanya mereka kepadaku Aku yang risih, Mas? Tidak mau salaman dengan perempuanlah, tidak mau ikut ngobrollah, tidak mau ini, tidak mau itu, dan banyak lagi sikap-sikapmu di mata orang ganjil dan tidak umum. Mas. aku ini juga banyak kenal dengan isteri-isteri yang bersuamikan da’i. Tapi, menurutku mereka biasa-biasa saja, tidak neko-neko, tidak aneh-aneh, tidak memaksa isterinya berjilbab, tidak melarang isterinya bekerja kantoran, bergaul biasa. Coba, kurang taat apalagi aku padamu? Ketika engkau memintaku berhenti bekerja, aku menurut. Dan apa hasilnya kini? Ekonomi kita malah tidak karu-karuan, sementara engkau hanya sibuk dengan duniamu sendiri Alhamdulillah aku masih punya sedikit tabungan, kalau tidak… entah apa jadinya rumah tangga kita ini….”

Ia hanya bisa mendesah pendek. Setiap kali berdebat dan kemudian berujung pada satu hal itu, maka hilang sudah seleranya untuk bicara lebih lanjut. Pertengkaran-pertengkarannya selama ini hampir selalu bermuara di situ.

“Prapatan ada turun…?” seru sopir mikrolet membuyarkan lamunannya.

“Ya, ya,.. depan kiri!”

***

Tantangan da’wah memang beraneka rupa bentuknya. Namun terasa lebih berat justru tantangan yang berasal dari diri dan keluarga sendiri. Dan itu tengah dialaminya kini. Selama ini menurut pengamatannya, da’wah tentang masalah hijab dan jilbab jarang sekali disampaikan oleh para ulama dalam ceramah dan khotbah mereka. Kalaupun ada, itu hanya dalam lingkungan terbatas dan umumnya dilakukan justru oleh da’i-da’i berusia muda. Sementara ulama-ulama senior yang ilmu fiqh dan agamanya tak perlu lagi diragukan, kebanyakan justru mengambil tema-tema da’wah yang sudah umum sifatnya, yang sudah biasa di-dengar ummat. Akibatnya, masalah hijab dan jilbab seperti suatu lahan yang tidak tergarap, tersisih dan luput dari per-hatian. Sementara di tengah ummat sudah banyak terdapat ghazwul fikri dari berbagai penjuru yang justru menyudutkan perintah hijab dan jilbab. Ummat menjadi asing dengan persoalan itu, atau sengaja diasingkan. Pengetahuan ummat serba gelap, meraba-raba sehingga cenderung menilainya dengan sikap bermusuhan dan prasangka buruk. Ini menjadi kewajiban ulama atau setidaknya mereka yang telah tahu untuk meluruskannya. Kalau selama ini belum banyak ulama yang mengangkat bidang ini, mungkin disebabkan karena mereka memiliki persoalan yang sama seperti yang tengah dihadapinya saat ini. Itulah antara lain yang memotivasinya mengapa ia tetap ngotot berusaha memberikan pengertian tentang kewajiban berjilbab pada isterinya, sebelum ia benar-benar terjun memasuki lahan yang belum banyak tergarap ini. Kalau perlu. ambil itu sebagai spesialisasi. Dokter saja punya spesialisasi, da’i pun bisa. Karenanya, ia sempat marah dan kecewa besar ketika beberapa hari yang lalu isterinya pernah menyarankan hal yang seolah menyepelekan tekadnya.

“Mas tokh bisa mencari materi khotbah yang lain,” begitu kata isterinya. Kontan, ia meradang. Isterinya seolah takjub melihatnya.

Waktu semakin mepet. Tiga hari lagi. Dan belum ada tanda-tanda yang menunjukkan tentang perubahan sikap isterinya. Kegelisahannya memuncak. Maka, sore itu ter-jadilah adegan ulang untuk yang kesekian kalinya. Ia ajak isterinya untuk membicarakan masalah satu itu. Belum lagi ia menyelesaikan kalimatnya, isterinya telah memotongnya dengan sengit bersama kemarahannya yang memuncak.

“Itu lagi! itu lagi! Hanya itu yang ada dipikiranmu, Mas! Pernahkah engkau ikut memikirkan tentang sewa rumah kita yang akan habis bulan depan… atau hutang kita yang belum terbayar di warung sebelah, atau uang listrik yang terpakai untuk menutupi uang belanja?!! Kau tak pernah memikirkan semua itu. Kau sibuk sendiri dengan idealis-memu. Aku malu, Mas, malu…. tiap akhir minggu harus hutang pada bapak dan ibu hanya untuk mengasapi dapur kita. Sudah, aku tak mau lagi mendengar engkau menyinggung tentang soal ceramahmu itu?”

Bersamaan dengan itu meledaklah tangis isterinya, lalu berlari kecil menuju kamar. Braaakkk! Pintu terbanting kencang. Braakkk! Terbanting pula harapan da’i muda itu. Ia memandang hampa ke arah kamar yang telah tertutup rapat itu. “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar,” terngiang ucapannya sendiri ketika berkhotbah di depan jamaah

***

Dua bulan kemudian.

Menunggu mikrolet lagi. Begitulah aktivitasnya setiap sore. Tapi sekarang belum sore. Da’i muda itu menyandarkan tubuhnya di tiang halte pemberhentian. Wajahnya tampak kusut dan letih. Peci yang biasa dikenakannya, tidak tampak. Kesedihannya tampak dari matanya yang memandang nyaris tidak peduli pada mikrolet yang kebetulan kosong dan berhenti persis di depannya. Ia baru saja mengurus proses talak isterinya di Pengadilan Agama.

Ia menelan ludah untuk menyingkirkan kepedihan hatinya. Pahit ludahnya. Namun apa yang harus dihadapinya lebih pahit lagi. Ia harus menerima kenyataan tentang kegagalannya. Kegagalan rumah tangganva Kegagalan da’wahnya. Hatinya nelongso. Namun ia masih tetap berharap, insya Allah isterinya ditunjukiNya hidayah dan akan berubah penilaian dan pendiriannya. Ia masih mencintai isterinya itu dan belum tertutup jalan untuk rujuk kembali.

“Pak Ustadz…!”

Sebuah suara mengejutkannya. Ia menoleh. Seorang laki-laki setengah baya datang menghampiri sambil melempar senyum.

“Assalamu alaikum…!”

“Wa’alaikum salam… Masih ingat saya, Pak Ustadz?” tanya laki-laki itu ramah

“Sebentar, sebentar,… saya ingat-ingat dulu…”

“Masak Pak Ustadz lupa sih.” kata laki-laki itu tanpa memberikan kesempatan padanya untuk berpikir lebih lama. “Saya jamaah masjid al-Ikhlas, itu lho, yang merekam ceramah Pak Ustadz beberapa waktu yang lalu, pasti Pak Ustadz ingat….”

“Oh ya, ya… ingat saya sekarang. Bagaimana kabarnya?”

“Alhamdulillah, baik-baik saja. Tadi saya lihat Pak Ustadz dari mikrolet maka saya turun di sini. Ini lho Pak Ustadz, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih…”

“Terima kasih? Soal apa…..?”

“Dulu ‘kan saya pemah minta izin Pak Ustadz untuk merekam ceramah Pak Ustadz tentang hijab dan jilbab di masjid al-Ikhlas. Kasetnya saya bawa pulang, lalu di rumah disetel oleh isteri saya. Tiba-tiba saja dua hari kemudian ia dan anak gadis saya menyatakan keinginannya untuk berjilbab. Saya sendiri sampai takjub, nyaris tak percaya. Lha, wong anak gadis saya itu semula tomboynya minta am pun, kok. Rupanya mereka mendapat hidayah dari Allah lewal ceramah Pak Ustadz itu…”

“Alhamdulillah…..!

Ada setetes kesejukan meresap di hati da’i muda itu. Subhanallah. Walau setetes. cukuplah baginya untuk melarutkan hamparan kepahitan dan kegagalan yang baru saja dialamiya. Ia pun berdo’a memohon hidayah untuk isterinya, seperti Dia telah memberikan hidayahNya kepada berjuta-juta ummat manusia. Ia ingin berkumpul kembali dengan isterinya dalam kesatuan jiwa, satu hati dan satu pandangan. Amin. (T.Prasojo)

TAMAT

Istilah-Istilah Dalam Jamaah Tabligh

A

Adab: Tatacara/tatatertib/aturan /petunjuk pelaksanaan
Ahliyah: penyebutan untuk istri
Amir: orang yang memimpin jamaah baik dalam musyawarah maupun waktu kuruj
Anshor:orang yang bertempat di sekitar mesjid yang kedatangan jamaah dari daerah lain
Awam: Orang kebanyakan

B

Banglawali Masjid: Nama Masjid Markaj dakwan di dunia (di New Delhi,India)
Bayan: Ceramah agama
Bujruk: Orang tua orang yang sudah lama dalam usaha dakwah

C

Cilla: ukuran waktu 1 cilla=40 hari

D

Dalil:Penunjuk jalan saat jaula
Dakwah ilallah : Mengajak hanya kepada Allah
Din: agama
Dinullah: agama Allah

E

Enam Sifat Sahabat: Petunjuk Akhlak para sahabat Rasululullah Salallahu alaihi wasalam

F

Fadhila: Keutamaan
Fadhila Amal: Keutamaan amal (nama kitab pegangan jamaah tabligh)
Fadhilah Sedekah: Kitab keutamaan sedekah
Faisalah: Penanggung jawab markaz propinsi

H

Halaqah: Mesjid pusat musyawarah jamaah di wilayah kabupaten
Hijrah: Pindah
Hadratji: Yang dimuliakan

I

Ilham: fikiran baik yang datang dari Allah
Israf: Mengharap kepada selain Allah
Ijtima’i: perkumpulan (berjamaah)
Infirodhi: Amalan yang dikerjakan sendiri-sendiri (pribadi)
Intiqoli: Amalan pada saat kuruj/keluar
IPB: India Pakistan Bangladesh (keluar/kuruj ke 3 negara tersebut)
Istiqbal: penerima/penyambut tamu

J

Jaula: Berkeliling kampung untuk mengajak orang taat kepad Allah
Jamaah: Kelompok atau rombongan lebih dari 2 orang.
Jihad: Melawan hawa nafsu (berperang atau berjuang membela agama)
Jalan Gajah: Nama Jalan di Medan Tempat Mesjid Jamiatul Islamiah (markaz dakwah Medan)
Jumidar: Penannggung jawab Halqah

K

Karkun: Orang yang sudah pernah kuruj/keluar minimal 3 hari.
Khuruj: Keluar di jalan Allah (melatih diri bejar dakwah selama 3 hari,40 hari atau 4 bulan)
Khidmat: Membantu atau melayani
Khirosah: Petugas keamanan (penjaga keamanan)
Khususi: Bersilaturahmi/mendatangi orang tertentu yang telah dimusyawarahkan
Kebun jeruk: Nama wilayah markaz dakwah di Jakarta

M

Mal: harta/Biaya/dana untuk kuruj atau kegiatan lain
Makmur: orang yang ikut dalam rombongan (anggota jamaah)
Maqomi:Amalan pada saat berada di muhalla masing-masing (tidak kuruj)
Markaz: mesjid pusat musyawarah jamaah tingakat propinsi,negara maupun dunia
Muhallah: mesjid pusat musyawarah di lingkungan desa, atau daerah sekitar mesjid.
Musyawarah: memutuskan keperluan dakwah dan urusan jemaah yang henda kuruj dan masalah lainnya.
Muzakarah: Berdiskusi saling mengingatkan untuk suatu perkara tertentu.
Masturoh: Usaha dakwahdi kalangan wanita jamaah tabligh penyebutan untuk wanita jamaah tabligh
Masyaih:Pemimpin/penanggung jawab markaz dunia.
Mulaqot: ertemuan suami istri untuk membicarakan masalah dakwah pada saat kuruj masturoh.
Mutakalim: juru bicara.
Muzakirin:orang yang berzikir
Muhajirin:Orang yang datang atau kuruj di daerah lain.
Muntakhab Hadist: Kitab kumpulan hadist tentang 6 Sifat Sahabat penyusun Maulana Saad Al Khandalawi rah.

N

Niat; rencana
Nijamuddin: Nama daerah di India tempat markaz dakwah seluruh dunia

P

Petaling: Nama markaz dakwah di Malaysia

R

Rehbar: Penunjuk jalan

S

Suroh: Penanggung jawab markaz negara

T

Taklim wa taklum: Belajar mengajar/membaca dan mendengar kandungan kitab fadhilah amal
Tafaqud: Tabungan untuk kuruj/keluar
Ta’am: makan
Takrir:ceramah pada saat jaula dan temanya tentang kebesaran Allah
Takjim wal I’tirom:Mengagungkan dan memuliyakan Ayat dan hadist yang dibaca atau di dengar
Ta’asur bi qalbi: mengesankan dalam hati

Download Gratis Buku “Ilusi Negara Islam”

Siapa bilang negara Islam itu hanya ilusi…
Umat Islam tetap terus memperjuangkan negara Islam itu.
Jadi bukan hanya ilusi…
Ilusi ini akan menjadi kenyataan
Entar lagi nich saudara2 kita dari kelompok-kelompok dakwah yang gigih tanpa pamrih berjuang untuk membela agamanya tanpa imbalan jabatan,harta bahkan mereka rela kehilngan harta dan jabatan untuk membela agamanya.

Negara Islam itu sudah janji Allah dalam Al Qur’an.
as sajadah24
Dunia ini nanti kekuasaannya akan dikembalikan kepada umat Islam.

Saksikan wahai saudarku negara Islam bukan ilusi tapi sebentar lagi….
Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar,Allahu Akbar

Download Buku Ilusi Negara Islam

ANEH GOSOK GIGI KOK PAKE KAYU….

siwakMemang jaman sekarang sesuatu yang tidak mengikuti orang barat itu dianggap aneh dan primitif…. Apalagi kalo yang kita ikuti berbau-bau Islam atau yang katanya mencontoh sunnah rasul dikatakan ikut budaya arab… Emangnya Islam atau sunnah rasul cuma punya orang arab…
Rasulullah itu diturunkan untuk seluruh alam dan seluruh manusia sampai hari kiamat.

Gosok gigi dengan kayu merupakan sunnah rasulullah. Kayu yang digunakan bukan sembarang kayu. Kayu ini disebut kayu siwak.

Jadi apakah anda masih mau gigi dan tubuh anda dipenuhi fluoride atau zat kimia yang berbahaya yang setiap hari kita masukan ke tubuh kita sedikit demi sedikit… Sedangkan cara termudah dan murah adalah gosok gigi dengan kayu ini yang harganya paling mahal 3 ribu perak yang bisa digunakan sebulan…dan mendapatkan ridho serta pahala dari Allah Subhana wa ta’ala.

Dan kandungan siwak ini sudah diteliti oleh dokter luar negeri.
Sebuah majalah Jerman memuat tulisan ilmuwan yang bernama Rudat, direktur Institut Perkumanan Universitas Rostock. Dalam tulisannya itu ia berkata, “Setelah saya membaca tentang siwak yang biasa digunakan Bangsa Arab sebagai sikat gigi, sejak saat itu pula saya mulai melakukan pengkajian. Penelitian ilmiah modern mengukuhkan, bahwa siwak mengandung zat yang melawan pembusukan, zat pembersih yang membantu membunuh kuman, memutihkan gigi, melindungi gigi dari kerapuhan, bekerja membantu merekatkan luka gusi dan pertumbuhannya secara sehat, dan melindungi mulut serta gigi dari berbagai penyakit. Sebagaimana telah terbukti bahwa siwak memiliki manfaat mencegah kanker.”
Dalam penemuan ini terdapat dua mukjizat bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mukjizat pertama, yaitu manfaat-manfaat yang tampak pada siwak. Dengan ini, berarti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang pertama yang memerintahkan melindungi mulut dari berbagai macam penyakit. Mukjizat kedua, yaitu bagaimana Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bisa mengetahui dari sekian juta jenis pohon- pohonan, bahwa pohon siwak (saludora persica) mengandung banyak manfaat bagi manusia?

Inilah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menganjurkan kita untuk bersiwak,
السواك مطهرة للفم مرضاة للرب
“Siwak adalah pembersih mulut dan sebab ridhanya Rabb”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Termasuk sunnah yang paling sering dan yang paling senang dilakukan oleh Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam adalah bersiwak. Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan mendapatkan keridhoan dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagaimana sabda Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam, yang artinya: “Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhoan bagi Rob”. (HR: Ahmad, irwaul golil no 66 [shohih]). (Syarhul mumti’ 1/120 dan taisir ‘alam 1/62)

Oleh karena itu Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam begitu bersemangat melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang dia lakukan, hingga beliau bersabda, yang artinya: “Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu”. (HR: Bukhori dan Muslim, irwaul golil no 70)

Dan yang artinya: “Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat”. (HR: Bukhori dan Muslim, irwaul golil no 70)

Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan sholat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Alloh, kita senantiasa dalam keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan sholat) berhubungan dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata Imam As-Shon’ani : “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir, yang artinya: “Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka janganlah dia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan apa-apa yang bani Adam tergaanggu dengannya” (Taisir ‘alam 1/63)

Dan ternyata Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak hanya bersiwak ketika akan sholat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan. Diantaranya ketika dia masuk kedalam rumah… Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata, yang artinya: ”Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rosululloh jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. (HR: Muslim, irwaul golil no 72)

Atau ketika bangun malam…
Dari Hudzaifah ibnul Yaman, dia berkata, yang artinya: “Adalah Rosululloh jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. (HR: Bukhori)

Bahkan dalam setiap keadaan pun boleh bagi kita untuk bersiwak. Sesuai dengan hadits di atas. Dalam hadits ini Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam memutlakkannya dan tidak mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu siwak boleh dilakukan setiap waktu (Syarhul mumti’ 1/120, fiqhul islami wa adillatuhu 1/300), sehingga tidak disyaratkan hanya bersiwak ketika mulut dalam keadaan kotor (Syarhul mumti’ 1/125).

Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat bersemangat ketika bersiwak, sehingga sampai keluar bunyi dari mulut beliau seakan-akan beliau muntah. Dari Abu Musa Al-Asy’ari berkata, yang artinya: “Aku mendatangi Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. Dan ujung siwak pada lidahnya dan dia sambil berkata “Uh- uh”. Dan siwak berada pada mulutnya seakan-akan beliau muntah“. (HR: Bukhori dan Muslim)

Dan yang lebih menunjukan akan besarnya perhatian beliau dengan siwak yaitu bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah, yang artinya: Dari ‘Aisyah berkata: Abdurrohman bin Abu Bakar As-Sidik y menemui Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersandar di dadaku. Abdurrohman y membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan-pent) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rosululloh, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rosululloh bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rosululloh selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata :

فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى

Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.

Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata, yang artinya: “Aku melihat Rosululloh memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata: ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rosululloh mengisyaratkan dengan kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju.“ (HR: Bukhori dan Muslim)

Oleh karena itu berkata sebagian ulama: “Telah sepakat para ulama bahwasanya bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rosululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta ajakan beliau kepada siwak tersebut.” (fiqhul islami wa adillatuhu 1/300)

(Sumber Rujukan: Syarhul Mumti’ ‘ala zadil mustaqni’ jilid 1, karya Syaikh Muhammad Utsaimin; Irwaul Golil jilid 1, karya Syaikh Al-Albani; Taisirul ‘Alam jilid 1, Karya Syaikh Ali Bassam; Fiqhul Islami wa adillatuhu jilid 1, karya Doktor Wahbah Az-Zuhaili)

CARA-CARA DAKWAH YANG SALAH

dakwahBismillahir Rohmanir Rohiim
Innal hamdulillah nahmaduhu wa nastainuhu wa nastagfiruhu wa na’uzu billahi min shururi anfusina wa min sayyiati a’malina may yahdihillahu fala mudillallah wa may yudlill fala hadiyala wa ba’ad,
Semoga Allah subhana wa ta’ala memberikah hidayah kepada kita semua untuk menghindari cara-cara dakwah yang salah berikut ini:

1. Dakwah dengan kasar dan melakukan kekerasan dan anarkis.

Dakwah dengan kekasaran dan anarkis akan menakutkan umat dan akan menjadi fitnah terhadap Islam. Orang akan takut dengan Islam karena sifat dakwah yang kasar ini.

Kalam  Allah dalam Surat Ali Imran ayat 159 yang terjemahan Indonesia:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

2. Dakwah dengan saling Menghujat dan Menjelekan

Dakwah dengan cara ini juga sangat memalukan, karena saling menyalahkan orang lain dengan merasa dirinya paling benar sendiri. Cara ini juga akan membingungkan umat karena umat akan apatis dan akhirnya tidak mau didakwah. Kebenaran akan diperlihatkan Allah dengan sendirinya jika memang standart kebenaran hanya milik Allah dan yang tahu dakwah kita benar hanya Allah subhana wa ta’ala. Kalamullah dalam surat Al Hujurat ayat 11 yang terjemahannya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

[1409]. Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.

[1410]. Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.

3. Dakwah dengan mengutamakan golongan atau kelompok.

Cara ini juga akan menyebabkan perpecahan umat, sehingga umat menjadi terkotak-kotak dan akan terjadi pengkultusan golongan dan akan membenci golongan yang lain. Rasulullah sallalhu alaihi wasalam berdakwah untuk seluruh umat manusia, bukan orang arab saja. Sehingga para sahabat menyebar ke seluruh alam.
Kalamullah dalam Surat Ali Imran ayat 103 yang terjemahannya:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

4. Berdakwah dengan memaksa
Seesuatu dengan paksaan adalah tidak baik hasilnya. Demikian juga dakwah tidak boleh dengan paksaan. Kita tidak berhak memberikan hidayah. Hidayah hanya dari Allah subhana wa ta’ala.
Dalam Kitabullah surat Al Baqarah ayat 256 diterangkan:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

[162]. Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Banyak cara untuk berdakwah yang intinya adalah amal ma’ruf dan nahi munkar yaitu mengajak untuk berbuat baik dan mencegah berbuat kemungkaran.

Semoga dapat Allah memberikan pemahaman bagi kita semua Amin ya robbal alamin.

DOWNLOADS AUDIO BAYAN NASEHAT MAULANA SAAD AL KANDHALAWI

bayanBagi para ustad dan santri yang telah menamatkan pendidikannya atau pernah nyantri di negeri India dan Pakistan atau bangladesh atau bagi anda yang faham atau mengerti bahasa urdu, bisa download bayan-bayan nasehat dari Maulana Saad Al Kandhalawi rahimahullah.

Downloads di Sini.

TANTANGAN LUAR DALAM BAGI JAMA’AH TABLIGH

Usaha untuk mencari pahala yang besar dengan jalan mengajak manusia ke jalan yang lurus, tidak selamanya berjalan mulus. Tantangan tidak hanya datang dari dalam diri, tapi juga orang lain. Bahkan untuk usaha dakwah Islam seperti yang dilakoni Jamaah Tabligh (JT), tantangan bahkan datang dari organisasi dan pengajian Islam lainnya. Sementara dari keluarga, terkadang masalah istri, mertua dan lainnya dapat menghambat langkah perjuangan.

Dari beberapa literatur yang ada, diketahui kalau Jamaah Tabligh adalah satu gerakan dakwah Islamiyah yang terbuka dan sangat dinamis. Mereka mengambil pedoman utamanya adalah Alquran, Assunnah, hayatush shahabah dan ijma para ulama. Basis gerakan JT ada di masjid dan alur pergerakannya dari masjid ke masjid di seluruh pelosok dunia.

Adapun konsep utama gerakannya adalah hijrah (khuruj) dan nushrah dengan harta dan diri sendiri. Alat bantu dalam memahami dan melakukan dakwah adalah 6 kualitas sahabat Rasulullah dan tempat utama untuk proses pembelajarannya adalah India, Pakistan dan Bangladesh.

Mulanya, gerakan yang bermula dari India ini, tidak memiliki nama. Namun karena kerja mereka menyampaikan agama dan mengajak orang-orang untuk kembali ke jalan Allah SWT, mereka akhirnya digelari dengan sebutan Jamaah Tabligh.

Pelopor dari gerakan dakwah ini adalah syeikh Muhammad Ilyas Kandahlawi (1303-1364 H) dari India. Ia sangat menekankan dakwah secara praktis untuk membangkitkan kesadaran, kepahaman, kemampuan dan kekuatan setiap muslim dalam mengamalkan agama dengan cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

JT terbuka bagi semua mahzab, golongan dan aliran dalam Islam. Dikatakan sangat dinamis, karena mobilitasnya yang tinggi, kuat dan menembus hingga ke ujung-ujung dunia. Sebagaimana diakui oleh ulama-ulama dunia yang jujur, JT obyektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik atau golongan.

Mereka juga tidak membeda-bedakan masjid sebagai tempat ibadah. Pengikut JT shalat di mana azan dikumandangkan, tidak peduli itu masjid atau musalla punya siapa. Mereka berjuang menyebarkan cahaya kebaikan, sebagaimana kaum muhajirin melakukannya pada periode Mekkah dan Madinah dan kaum anshor pada periode Madinah.

JT dalam bersikap, berpedoman pada 6 kualitas (atau enam sifat) sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Enam sifat itu adalah La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, sholat khusyu’ wal khudu, ilmu ma’a dzikir, ikramul muslimin, ikhlasun niyah dan da’wah wat tabligh.

Dipilihnya tiga negara, India, Pakistan dan Bangladesh sebagai tempat belajar agama, karena di tiga negara ini memiliki suasana berbeda. Hingga saat ini, mayoritas penduduk India adalah kaum penyembah banyak tuhan. Sementara mayoritas penduduk Pakistan adalah kaum muslimin dengan bermacam-macam golongan. Sedangkan mayoritas penduduk Bangladesh adalah kaum fakirin dan masakin. Ketiganya mewakili suasana yang dapat menguatkan iman-yakin yang justru sangat diperlukan oleh para da’i dikalangan JT.

Untuk menghalangi gerak JT di suatu daerah, tidak jarang ada pengurus masjid yang menggembok masjid yang seharusnya terbuka untuk siapa saja. Alasannya, masjid tidak boleh dijadikan tempat menginap atau tidur. Secara tidak langsung, pengurus masjid ini menyuruh JT bermalam di hotel. Entah apa yang terjadi, jika ini dituruti. Cemoohan akan meningkat, tentu dengan tuduhan JT memperbaiki dirinya dengan cara bersenang-senang di hotel.

Tudingan buat JT lainnya, terkait dengan hadis-hadis yang mereka amalkan. Tuduhan JT mengambil hadist dhaif yang mana juga diriwatkan oleh banyak ulama, menjadi senjata tajam para ustad pembenci sesama Muslim, kala berceramah di masjid. Mereka sedikitpun tidak mau berargumen, akan baik buruknya hadis yang diperdebatkan.

Tidak bisa ditutupi, bahwa di kalangan JT memang banyak preman yang berhasil ditobatkan. Di antara mereka ada yang kebiasaannya sebelum masuk JT malas bersih-bersih. Gigi mereka kuning, badannya dekil, bajunya kumal, gondrong dan sebagainya. Kepada mereka ini, dijadikan pembenci JT sebagai senjata ampuh untuk menuduh JT sebagai manusia jorok.

Mereka ini tentunya butuh waktu untuk memahami hadis mengenai kebersihan dan keindahan. Bagi kalangan JT sendiri, tidak terlalu dipermasalahkan, asal mereka telah kembali ke jalan Islam. Biasanya, kebisaan buruk anggotanya, diajari dengan cara yang hasan dan perlahan-lahan, sehingga nantinya bisa bersih iman luar dan dalam.

JT juga sering dituding tidak bertanggung jawab pada keluarga. Di mana beberapa kasus menunjukkan, ada anggota JT yang menelantarkan keluarganya karena terlalu bersemangat dalam berdakwah. Orang ini lolos, karena pemimpin rombongan yang tidak arif. Padahal dalam JT, jemaah yang inging khuruj (pergi berdakwah), harus memiliki kecukupan uang untuk diri sendiri dan juga untuk keluarga. Karena itu, mereka senantiasa disarankan untuk menabung.

Entah apa jadinya, jika orang-orang yang sinis dengan masalah meninggalkan anak istri ini, disodorkan kepadanya kisah Ibrahim dan istrinya Siti Hajar. Ia ditinggalkan Ibrahim AS, di tengah padang tandus, gersang, tidak ada perlindungan dan makan sedikitpun. Siti Hajar lebih menderita, dibanding istri orang JT yang ditinggalkan tanpa bekal. Mereka tinggal di keramaian dan akses mendapat air mudah pula. Sungguh para penuduh, telah membutakan mata dan hatinya dengan kisah ini.

Sungguhpun berbagai tantangan datang menghampiri JT, baik dari kalangan umat Islam dan luar Islam, jemaah ini sukses dan eksis di semua negara. Keberadaannya banyak dicemburui oleh organisasi dan perkumpulan Islam lainnya. Maklum saja, JT berjuang untuk agama dengan harta dan dirinya, alias tidak setengah-setengah. Sementara yang lain, kalau mau berdakwah, menampungkan tangan dulu untuk meminta biaya.

Banyak cara yang telah dilakuan pemerintah Amerika untuk membungkam gerak laju JT di Amerika. Mereka terakhir membawa isu terorisme, untuk menghalangi masuknya jemaah dakwah JT. Mereka tidak punya alasan menangkap jemaah, karena hanya berbekal kompor dan peralatan makan seadanya.

JT telah berhasil menembus dunia, dengan keberhasilannya menyadarkan banyak orang dalam kebenaran. Tidak doktrinisasi dalam JT, kecuali kesatuan tekad untuk berdakwah sampai ke ujung dunia hingga ajal menjemput. Mereka malah menyarankan warga yang telah mengikuti dakwah bersama mereka, untuk mempelajari ilmu fiqih, tajwid dan ilmu-ilmu Islam lainnya ke ulama yang lebih kompeten.

Sementara saat mereka berkumpul dalam markas, mereka diminta menanggalkan baju organisasi, pangkat, jabatan, partai politik dan lainnya. Pikiran harus fokus pada daerah sasaran dakwah dan pembicaraan harus menghindari khilafiyah dan politik. Namun tidak berarti mereka dilarang berpolitik atau berdiskusi. Jika sudah selesai dalam pertemuan, mereka bebas beraktivitas apa saja. Bagi yang suka politik, silahkan berkecimpung dengan dunia politik dan lainnya.

Bagi semua jemaah ditekankan, bahwa kumpulan JT hanya sebagai tempat memperbaiki diri. Mereka juga diminta menyampaikan pada saudara Muslim lainnya, akan pentingnya memperbaiki diri sendiri dan juga orang lain. Mereka juga terbuka terhadap nasehat yang baik. Dan satu hal yang disalutkan, mereka tidak membalas hinaan orang dengan hinaan pula. Mungkin inilah kunci sukses keberadaan mereka, sehingga akhirnya mendunia. Usaha yang ikhlas, tanpa mengharap publikasi, pujian ataupun sanjungan dari orang-orang.

sumber:http://hendrinova.wordpress.com