JOMBANG — Indikasi adanya eksploitasi terhadap Muhammad Ponari (9) dukun cilik dari Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, mendapatkan perhatian serius dari Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) Seto Mulyadi.
Pakar psikologi anak itu menyempatkan diri mengunjungi Ponari di tempat tinggalnya, di dusun yang berjarak sekitar 15 kilometer arah barat laut Kota Jombang itu, Minggu (15/2) sore.
Kedatangan Kak Seto—demikian dia akrab disapa—yang hanya disertai salah satu stafnya, Gufron, diantar Wakapolres Jombang Kompol Deden Kimhar, Kasatreskrim AKP Boby Tambunan, serta personel Unit Pelayanan Perempuan dan Anak PPA) Polres Jombang.
Rombongan Kak Seto tiba di lokasi sekitar pukul 17.30, dan langsung masuk ke rumah milik Dawuk, yang selama pengobatan ini menjadi tempat menginap Ponari dan ibundanya, Mukharomah.
Dari pihak keluarga Ponari, ikut menemui Mukharomah, dan Ponari sendiri. Pertemuan yang berlangsung tertutup, tidak berlangsung lama, hanya sekitar 25 menit.
Seusai pertemuan, Seto Mulyadi menceritakan, pada pokoknya kedatangan dirinya hanya memberikan pengertian kepada Ponari dan keluarganya tentang hak-hak Ponari sebagai anak, yang harus dilindungi.
Diungkapkan, Ponari ketika ditanya tentang kegiatannya mengobati akhir-akhir ini, menyatakan sebenarnya senang. “Tapi kalau jumlahnya banyak, dia mengaku tidak suka. Alasannya capek,” kata Seto. Ponari, imbuh Kak Seto, juga mengungkapkan keinginannya untuk kembali sekolah.
Pada pertemuan itu, setelah mengorek ihwal pengobatan ala Ponari dengan menggunakan batu ajaib itu, lantas mencari solusi, yang tidak merugikan masyarakat yang memerlukan pengobatan, dan tidak merampas hak-hak Ponari sebagai anak.
Laki-laki kelahiran Klaten, Jawa Tengah, itu mengusulkan agar dibuatkan semacam instalasi untuk mengalirkan air sakti ala Ponari ke beberapa tempat tertentu di area lokasi pengobatan.
Instalasi itu terdiri dari beberapa drum atau tangki air ditempatkan pada lokasi agak tinggi, dihubungkan dengan pipa-pipa paralon, kemudian di tempat-tempat tertentu dipasang keran untuk mengucurkan air di tangki lewat pipa.
Praktiknya, kata Kak Seto, setiap hari drum besar atau tangki diisi air. Kemudian Ponari mencelupkan batu ajaib ke dalam air di tangki itu, yang itu semua dilakukan dengan disaksikan para pengunjung. Selanjutnya air yang sudah dicelup batu ajaib akan mengalir ke pipa-pipa, yang dipasangi keran di tempat-tempat tertentu, untuk mengucurkan air.
“Jadi kalau pasien butuh air untuk berobat, tinggal panitia atau siapapun membukakan kran, diisikan ke gelas pasien,” kata Kak Seto.
Kak Seto mengaku usulannya itu sudah disetujui oleh Ponari maupun keluarganya.
“Dengan cara demikian, tenaga dan waktu yang digunakan Ponari untuk pengobatan jauh lebih sedikit dari pada yang selama ini dilakukan,” kata Kak Seto.
Selain mengusulkan dibangunnya instalasi air sakti model PDAM itu, Kak Seto juga usul agar waktu pengobatan dibatasi. Yakni Ponari hanya mengobati pada pukul 15.00 hingga pukul 17.00. “Sebab pagi hari dia harus sekolah dan bermain,” kata Kak Seto.
Seusai menemui Ponari, Kak Seto menemui Bupati Jombang Suyanto di pendapa kabupaten. Kepada Suyanto, Kak Seto mengulangi lagi usulannya itu dan diungkapkan itu semua sudah disetujui Ponari dan keluarganya.
Atas usulan itu, Bupati Suyanto berjanji akan membantu dengan membangun instalasi air sakti tersebut. “Insya Allah besok sudah bisa mulai kita kerjakan. Saya kira itu tidak akan memerlukan waktu lama,” kata Suyanto.
Sebetulnya, imbuh Suyanto, pihainya sebelumnya pernah mengusulkan hal serupa, tapi ditolak panitia karena pengunjung hanya minta diobati secara langsung, yakni tangan Ponari yang memegang batu ajaib mencelupkan ke air di wadah para pasien.(sutono)