ukan bermaksud porno atau untuk menaikan traffic blog …tetapi ini nyata…mr “p” terbesar ada di jepang….
klik di sini untuk melihat videonya.
BERBAGI PENGALAMAN & INFORMASI SEPUTAR TEKNOLOGI DAN GAYA HIDUP MANUSIA UNTUK MENCAPAI KEBAHAGIAN SEJATI
ukan bermaksud porno atau untuk menaikan traffic blog …tetapi ini nyata…mr “p” terbesar ada di jepang….
klik di sini untuk melihat videonya.
JOMBANG — Tak bisa disangkal, sejak menemukan batu ajaib dan secara “resmi” melakukan pengobatan dengan mencelupkan batu ke dalam air putih pasien untuk diminum, Ponari selalu kebanjiran pasien.
Lantas, berapa penghasilan Ponari dari puluhan ribu pasien yang datang? Sedikitnya mencapai Rp 328 juta. Informasi itu datang dari Senen (70), kakek Ponari. Bahkan, sekarang jumlah itu bisa lebih banyak karena menurut Senen, jumlah Rp 328 juta merupakan jumlah yang diketahui pada Jumat (6/2).
“Saat itu saya yang menyetor uangnya ke bank,” kata Senen yang ditemui pada Senin. Jumlah sebesar itu memang sangat wajar. Sebab, sejak buka praktik pada 17 Januari, rata-rata setiap hari Ponari mengobati 5.000 orang.
Jika setiap pengunjung yang berobat itu memasukkan uang ke kotak amal yang disediakan rata-rata Rp 5.000, sampai Jumat, yakni selama 20 hari pengobatan (setelah dikurangi libur setiap Jumat dan libur akibat penutupan sementara empat hari), akan terkumpul uang Rp 425 juta.
Senen mengaku, tidak semua uang dari kotak amal dimasukkan ke bank, tetapi sebagian juga untuk kebutuhan operasional sehari-hari, seperti sewa tenda, pengeras suara, dan makan minum panitia. “Kalau jumlah totalnya saya kurang tahu,” kata Senen.
Hitung-hitungan di atas kertas, jumlah yang diterima Ponari lewat kotak amal jauh lebih tinggi karena banyak pengunjung memasukkan uang ke kotak amal lebih dari lembaran Rp 5.000.
Apalagi, banyak pengunjung yang membawa lebih dari satu wadah air putih karena dititipi kerabat dan tetangga Logikanya, uang yang dimasukkan ke kotak amal lebih dari Rp 5.000.
Memang, panitia selalu mengumumkan kotak amal disediakan untuk diisi secara sukarela khusus bagi yang mampu. Jika tidak mampu, panitia juga tidak memaksa.
Pada awal-awal melakukan praktik pengobatan, ketika jumlah pengunjung masih sangat sedikit dan Ponari yang langsung menerima, Ponari memberikan persyaratan agar uang diberikan tak lebih dari Rp 5.000.
Namun, dalam perkembangannya, peluang pengunjung memberikan uang lebih dari Rp 5.000 itu terbuka lebar. Sebab, sekarang pengunjung memasukkan uang terbungkus amplop ke kotak tanpa diketahui Ponari.
Sistem karcis
Selain dinikmati Ponari (dan keluarganya), ramainya pengobatan Ponari juga dinikmati tetangga dan warga desa setempat. Untuk panitia misalnya, sekarang juga bisa mendapatkan hasil dari “penjualan” karcis yang setiap karcis harus ditebus dengan Rp 1.000.
Awalnya, sistem karcis diterapkan untuk membatasi membeludaknya pengunjung. Artinya, jika karcis yang terjual sudah sampai pada nomor urut 10.000, penjualan dihentikan.
Namun, dalam praktiknya, sampai nomor urut 15.000 pun tetap dilayani. Ini karena proses pengobatan memang berjalan sangat singkat sehingga 15.000 orang pun bisa terlayani dalam sehari.
Proses pengobatan sendiri dengan cara Ponari digendong di punggung kerabat membawa batu ajaib kemudian berkeliling mencelupkan batu ke wadah-wadah berisi air putih yang dibawa pasien atau pengunjung. Setiap wadah rata-rata hanya perlu satu detik untuk menerima celupan batu milik Ponari.
Selain dari penjualan karcis, rezeki dari ramainya pengobatan Ponari pun datang dari usaha parkir sepeda motor dan mobil yang sekarang ini bermunculan di desa setempat. Sejumlah usaha parkir yang dikelola kelompok-kelompok warga ini menarik ongkos parkir bervariasi, mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 10.000.
Jika setiap hari ada 500 sepeda motor dan mobil yang masuk ke areal parkir yang dikelola warga, sudah tampak penghasilan yang lumayan besar. Belum lagi kalau kebetulan pasien membludak seperti kemarin. Parkir mobil yang berderet saja mencapai sekitar 2 kilometer.
Itu sebabnya, panitia pengobatan Ponari dan warga setempat bersedia saja ketika diminta partisipasinya melakukan pavingisasi atau pengerasan jalan-jalan kediaman rumah Ponari.
“Kami ini mendapat rezeki dari dia, wajar kalau kami juga menyisihkan rezeki ini untuk hal-hal seperti itu. Lagi pula, perbaikan jalan ini juga untuk kelangsungan dan kelancaran pengobatan ini,” kata Suwanto, panitia pengobatan.
Senang ikut-ikutan sudah menjadi kebiasaan buruk di masyrakat kita. Walaupun mereka tidak mengetahui tentang apa yang diikuti itu. Akibat baik atau jelek dianggap urusan belakang, yang penting bisa sama dengan kebanyakan orang. Itulah juga yang sekarang sedang terjadi di kalangan muda mudi kita. Mereka menjadikan hari Valentine sebagai trend anak muda masa kini. Kesibukan anak-anak kita mempersiapkan hari valentine tak ubahnya seperti orang yang mempersiapkan hari raya. Jauh hari sebelumnya segala persiapan telah dirancang mulai dari kartu ucapan, susunan acara, pakaian, makanan dan minuman, tamu undangan dan sebagainya. Bahkan panitia telah dibentuk beberapa bulan sebelumnya.
Apakah anak-anak itu tahu dengan apa yang mereka kerjakan ? Mengapa mereka begitu ngotot untuk merayakan hari valentine ? bahkan diantara mereka merasa tidak gaul jika tidak ikut dalam acara tersebut. Dan apakah juga para orang tua tahu dengan apa yang ada dibalik hari valentine itu ? mengapa mereka bahkan tidak merasa khawatir ketika anak mereka pergi meninggalkan rumah untuk merayakan apa yang mereka sebut dengan hari kasih sayang itu ?
Sungguh tak banyak orang yang mengetahui fakta mengerikan yang terjadi dibalik hari valentine itu. Ternyata dibalik hari valentine yang katanya hari kasih sayang itu tersembunyi kemaksiatan yang menjijikan. Hari itu, segala yang dilarang menjadi boleh. Yang haram menjadi halal. Bergandengan tangan, berpelukan, berdansa dan berciuman, itu baru acara pembukaannya. Pemanasannya sekedar bernyanyi-nyanyi dengan lagu-lagu karaoke. Atau, karena hari masih sore pasangan muda mudi itu jalan-jalan dulu dengan sepeda motor kelilling kota. Setelah itu, orang bisa percaya bisa tidak bahwa apa yang mereka lakukan sudah tidak lagi dibatasi oleh norma-norma agama.
Minum minuman keras, melakukan hubungan seksual, baik dengan satu pasangan maupun berganti-ganti pasangan. Semuanya dianggap serba boleh dengan mengatasnamakan kasih sayang. Pada hari itu mereka boleh memberikan kasih sayang kepada siapa saja yang mereka mau dan dengan cara apapun yang mereka suka.
Dalam ceramahnya Ustadzah Irene menceritakan pengalamannya di salah satu kota di Kalimantan ini. Beberapa hari menjelang hari valentine, stok kondom (alat kontrasepsi) yang dijual di apotek dan toko obat mendadak laku keras. Bahkan katanya di beberapa toko sempat kehabisan. Kamar-kamar hotel dan losmen telah habis dipesan sejak beberapa minggu sebelumnya. Kita riskan sekaligus ngeri membayangkan cerita itu. Apa yang akan terjadi pada malam itu ? sungguh-sungguh sangat memprihatinkan dan sulit diterima akal, tetapi ini nyata !
Tak dapat dipungkiri bahwa hari valentine identik dengan kebebasan bergaul, bercinta dan melakukan hubungan seksual. Meski ada sebagian orang yang mencoba meluruskannya dengan anggapan bahwa hari valentine itu sebenarnya adalah baik, hanya implementasinya yang salah. Orang ini justru tidak paham tentang latar belakang hari valentine itu.
Sejak cikal bakal lahirnya hari valentine di zaman Romawi kuno dinamakan legenda Gamelion yakni percintaan Zeus dan Hera di kota Athena. Pasangan suami istri ini sesungguhnya adalah kakak beradik atau yang sering diistilahkan dengan inses. Sebuah hubungan percintaan yang terlarang dalam agama. Kemudian pada zaman Romawi berkembang menjadi peringatan Lupercalia setiap tanggal 15 Februari. Lupercalia diambil dari nama seorang pendeta yaitu Lupercus. Tradisi ini terus berkembang hingga ke Inggris dan Perancis dengan kemasan baru yang mereka sebut Love Lottery atau lotere pasangan. Prakteknya adalah para muda mudi mencari pasangan dengan cara dilotere atau diundi. Mereka melakukan hubungan kasih sayang layaknya suami istri terhadap pasangan yang mereka dapatkan secara acak. Kemudian diacak lagi untuk mendapatkan pasangan yang lain, dan seterusnya.
Perkembangan selanjutnya dari tradisi yang menjijikan ini kemudian berubah menjadi valentine’s day atau hari valentine yang diambil dari nama seorang pendeta yakni St. Valentino.
Dan apa yang terjadi hari ini tidaklah berbeda dengan tradisi aslinya. Hari valentine bukanlah hari kasih sayang dimana orang-orang mencurahkan kepeduliannya kepada sesama. Misalnya dengan membagi sembako, khitanan massal, pengobatan gratis, silaturrahmi, dll. Tetapi, hari valentine adalah hari maksiat dimana laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya bebas bergaul dan berhubungan seksual. Disana terjadi perzinahan, mabuk minuman keras, pesta narkoba, dsb. Mereka bukan lagi sayang kepada harga diri, martabat keluarga dan masa depan. Mereka justru menjerumuskan diri kedalam lembah kenistaan dan kerusakan moral.
Itulah kemaksiatan di hari valentine yang berkedok hari kasih sayang. Bagaikan serigala berbulu domba. Keganasan dekadensi moral dikemas sedemikian apiknya, sehingga kebanyakan remaja kita terbuai dengan kelembutannya padahal mereka telah berada di mulut serigala.
Sangatlah tepat jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tarakan menyatakan bahwa valentine’s day hukumnya haram. Valentine’s day tidak memberikan manfaat sedikitpun kepada kita, justru akan menghancurkan moral generasi muda kita.
Valentine’s day sama bahayanya dengan aliran sesat, karena selain menyesatkan moral, ia juga menyesatkan keimanan umat Islam. Valentine’s day bukan dari ajaran Islam dan bertentangan dengan ajaran Islam. Valentine’s day adalah misi terselubung kaum kuffar Barat yang menginginkan kerusakan generasi muda Islam. Valentine’s day hanyalah kedok untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya.
Namun saudara, mengandalkan fatwa majelis ulama saja belumlah cukup. Apalah artinya fatwa jika dibandingkan dengan gencarnya media massa mengeksploitasi budaya maksiat ini demi kepentingan bisnis mereka. Maka harus ada komitmen bersama dari semua elemen masyarakat dan orang tua untuk bersama-sama menghentikan musuh peradaban ini. Semua pihak harus kompak untuk menghentikan aktifitas penghuni neraka ini. Masyarakat tidak boleh acuh tak acuh terhadap acara yang bertentangan dengan budaya luhur bangsa Indonesia. Terutama pihak sekolah dan kampus, dan para orang tua di rumah. Tak terkecuali pemerintah yang notabene menginginkan generasi mudanya menjadi harapan bangsa. Tentu ini menjadi tanggung jawab kita semua.
Ingat peringatan Allah dalam al Qur’an :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S At Tahrim :6)
Sumber : Syamsi Sarman, S.