WANITA PELACUR YANG MERINDUKAN SURGA


Wanita pelacur apakah bisa masuk surga…?
Ya bisa silakan baca kisah berikut ini:

Sebagaimana bau sampah, kisah tragis yang terjadi pada sebuah kamar hotel
murahan itu pun cepat sekali berpindah telinga. Lalu tiba-tiba saja, seluruh
kota sudah hafal jalan ceritanya. Sebuah peristiwa biasa kurasa. Seorang lelaki
tua, dilaporkan oleh teman kencannya – seorang wanita panggilan, tewas ketika
sedang berhubungan badan dengannya. Dan seperti biasanya pula, kita hanya
menyoroti soal moral, yang mana adalah kelakuan bejat seorang lelaki tua yang
doyan melakukan hubungan badan dengan pelacur, juga tentang obat kuat yang
berbahaya. Tidak lebih dari itu.
Lalu suatu hari, aku bertemu dengan perempuan itu. Perempuan yang bekerja
dengan tubuhnya. Lebih tepatnya alat kelaminnya. Dia tetanggaku. Rumahnya hanya
berjarak tiga rumah dari kontrakanku. Saat peristiwa itu terjadi, perempuan
yang sekarang sedang duduk di depanku, tidak pulang seharian. Kami yang berada
satu lingkungan RT tahu bahwa dialah perempuan yang di atas perutnya kemarin
malam ada lelaki tua yang terjemput maut. Setelah peristiwa itu, ramai orang
berbisik-bisik jika bertemu dengannya.
“Ih, tidak terbayang aku bercinta dengan seorang kakek yang sudah bau tanah,”
celoteh seseorang yang melintas di depan teras rumah. Yang di sampingnya
bercakap pelan,”Bagaimana lagi? Saya hanya perlu uangnya.” Dan keduanya tertawa
terkikik sambil melirik ke arah perempuan yang duduk di depanku. Aku duduk di
hadapannya dengan kikuk. Sebab jika aku tersenyum, aku kuatir perempuan itu
mengira aku ikut menertawai dirinya.
“Jadi bagaimana, Mbak?” Kembali aku menanyakan kepadanya soal bantuan yang
hendak diterima olehnya sebagai warga kota yang tergolong miskin.
“Saya ini masih mampu bekerja, Mas. Coret saja nama saya dari daftar Mas itu,”
kata-katanya terdengar agak ketus.
“Besar bantuan ini cukup layak lho, Mbak. Coba Mbak pikirkan sekali lagi.”
Uang sebanyak tiga ratus ribu sebulan memang tidak cukup untuk hidup di kota
besar, tapi jika hanya untuk seorang diri saja masih layak lah. Apalagi rumah
sudah punya dan masih bekerja juga. Tapi entah kenapa sepertinya dia sangat
berat untuk mengiyakannya.
“Sekarang ini, mana ada yang menampik bantuan, Mbak. Ini bantuan dari yayasan
tempat saya bekerja. Tidak ada imbalan atau manfaat apa pun yang hendak saya
dapatkan dari pemberian bantuan ini.” Aku masih berusaha meyakinkan kepadanya
akan niatan baik ini.
Dia hanya tersenyum. Senyuman yang manis. Pantas saja jika banyak lelaki yang
terpikat kepadanya. Tiba-tiba aku teringat tentang lelaki yang tewas di atas
perutnya itu. Bagaimana ceritanya mereka bisa bertemu? Perempuan ini berdiri di
tengah jalan dan melambai ke arah mobil lelaki itu, atau lelaki itu sengaja
keluar dari rumahnya untuk mencari perempuan seperti dia? Aku pun mendatanginya
sekarang meskipun bukan untuk menggunakan jasanya. Aku tak habis pikir
bagaimana pelacuran bisa dikategorikan pekerjaan jasa padahal yang terjadi
adalah penghambaan manusia akan uang dan nafsu. Sok moralis! Demikian tuduhan
temanku ketika aku menolak terlibat korupsi di kantor. Demikian pula saat aku
menolak ikut serta ke sebuah ruang karaoke yang sudah berisi beberapa perempuan
setengah telanjang. Aku terlalu takut melakukan hal yang menurutku sendiri
tidak pantas kulakukan. Dosa? Aku tidak berpikir sejauh itu. Begini, untuk soal
korupsi, aku merasa tidak pantas
melakukan karena dulu waktu diterima bekerja di yayasan ini gajiku sudah
ditentukan. Apabila aku melakukan korupsi maka aku akan mendapatkan uang yang
lebih banyak dari gajiku. Sementara aku tidak bekerja lebih keras ataupun
lembur. Lebih-lebih soal perempuan. Aku belum menikah, makanya aku merasa tidak
pantas melakukan hal yang seharusnya kulakukan dengan istriku sendiri. Jadi
bukan karena aku merasa perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh teman-temanku
itu sebagai dosa.
Dia masih tersenyum. Matanya menatap ke arah map yang aku letakkan di atas
meja, penghalang antara aku dan dia, di teras ini.
“Bagaimana ya?” Dia bertanya sendiri, lalu melanjutkan bicara,”Biasanya lelaki
datang kepadaku dengan berbagai alasan tetapi pada akhirnya mereka pasti minta
imbalan.”
Setetes keringatku jatuh. Sejak awal menginjakkan kaki ke rumahnya, aku sudah
menduga bahwa tuduhan seperti ini pasti akan terlontar olehnya. Aku pun
tersenyum.
“Maaf. Jika terpaksa saya katakan tuduhan Mbak sama sekali salah. Saya tidak
pernah menginginkan apapun dari Mbak,”tandasku.
“Dia juga pertama bilang seperti itu.”
“Dia? Dia siapa?”
“Laki-laki tua yang tewas di atas tubuhku,” lalu dua buah titik air matanya
mengembang di pelupuk mata sebelum akhirnya luruh menjalur di kedua pipinya.
Aku terdiam. Dari mulutku ingin terucap kata-kata aku beda dengan laki-laki
itu, atau tidak semua laki-laki yang berbuat baik menginginkan sesuatu dari
seorang perempuan. Tapi semuanya itu tertahan. Percuma ada pembelaan diri.
Biarlah dia puas menumpahkan cengkunek di hatinya. Siapa tahu dari ceritanya
aku mendapat ide naskah drama.
“Memang apa yang dijanjikan kepadamu?” Akhirnya aku ber-aku kamu kepadanya
untuk menghilangkan kesenjangan di antara kami.
“Tidak. Dia tidak menjanjikan apa-apa. Dia cuma berkeluh tentang hidupnya.”
“Bukankah itu sudah biasa? Lelaki mengeluhkan tentang kehidupannya, terutama
kehidupan cintanya untuk mendapatkan perhatian dari seorang perempuan.”
“Tidak. Tidak. Ini berbeda,” kedua belah telapak tangannya ditutupkan ke
wajahnya. Rupanya dia masih trauma dengan kejadian itu.
“Dia bercerita tentang anjing, pelacur, dan surga.”
“Sepertinya aku pernah mendengar cerita itu,” kataku.
“Tentang pelacur yang masuk surga gara-gara memberi minum seekor anjing?” Dia
bertanya.
“Ya. Benar. Cerita itu.”
Kali ini dia benar-benar menangis dan berkata,”Coba kau ceritakan kisah itu
kepadaku.”
Sebenarnya, aku tidak begitu ingat cerita itu. Yang aku tahu, suatu ketika di
sebuah daerah yang gersang ada seorang pelacur yang sangat kehausan. Dia
berjalan jauh untuk mencari perigi. Lalu ketika dia hendak minum, tampak
olehnya seekor anjing yang hampir mati kehausan. Pelacur itu berbaik hati,
dengan tangannya dia memberikan air untuk anjing itu minum. Keduanya, setelah
puas minum, tanpa sebab yang jelas menemui ajalnya. Ternyata karena kebaikannya
memberi minum kepada anjing sekarat, pelacur itu masuk surga.
Kudengar dia terisak.
“Apa yang salah?”
“Tidak. Tidak ada. Kau pun tahu cerita itu, Mas. Aku senang sekali mendengar
akhirnya. Pelacur itu masuk surga. Itu impian saya, Mas.”
“Lantas, apa hubungannya antara cerita itu dengan lelaki tua itu?” Selidikku.
“Dia bilang, dia adalah anjing yang sedang sekarat itu. Anjing yang sangat
kehausan. Dan aku, katanya, adalah pelacur yang di tangannya ada segenggam air.
Lalu dia mengatakan akan memilih mati di atas perutku. ”
“Dengan cerita seperti itu, kamu percaya begitu saja kepadanya?”
“Bukan. Bukan seperti itu. Hanya dialah lelaki yang menjanjikan surga kepadaku.
Makanya malam itu, aku ingin sekali memuaskannya. Dan dia setuju. Kami
sama-sama ingin masuk surga.”
Aku tersenyum. Betapa bodohnya perempuan ini. Betapa rapuhnya dia akan janji
surga seorang lelaki. Aku ingin tertawa terbahak-bahak, tapi kuurungkan karena
hal itu bisa merusak suasana.
“Bukankah kamu memang selalu menjanjikan surga kenikmatan kepada semua
laki-laki?” Terpaksa aku bertanya sedikit ketus kepadanya, sebab semua yang dia
ceritakan benar-benar tidak masuk akal bagiku.
“Kamu salah menilai! Kemarin malam itu, pada telapak tanganku benar-benar
muncul segenggam air. Namun lelaki tua itu ternyata bukan seekor anjing yang
kehausan. Dia telah menipu aku.”
Aku mulai menganggap perempuan itu sedikit terganggu pikirannya karena cerita
pelacur dan anjing itu. Namun perempuan ini rupanya masih ingin berkutat dengan
cerita itu. “Ternyata ceritanya tentang surga itu benar, Mas.”
“Surga? Apakah kau sudah melihat surga?”
“Ya. Pada saat itu aku melihat langit-langit kamar terbuka. Ada tangga dari
emas menjuntai. Aku dan lelaki itu sama-sama melihat ke atas. Pintu surga dari
emas juga terbuka. Ada taman yang sangat indah.”
“Lalu apa yang terjadi?”
Aku sudah tak tahan mendengar kebohongan seperti ini. Yang mengejutkan, dia
menatapku dengan mata yang berbinar. Ada apakah gerangan?
“Mas, aku tidak butuh bantuanmu. Uang dari yayasan itu sama sekali tidak
menarik bagiku. Tetapi jika boleh, aku ingin minta tolong sekali ini saja.”
“Apa itu?” Tanyaku curiga. Jangan-jangan dia mulai menganggapku sama seperti
lelaki tua itu, sebagai anjing yang kehausan yang bisa mengantarnya masuk surga.
“Carikanlah untukku seekor anjing yang sekarat karena kehausan.”

Smber:
http://www.mail-archive.com/alumni-ubv@yahoogroups.com/msg00712.html

6 tanggapan untuk “WANITA PELACUR YANG MERINDUKAN SURGA

  1. akhiran crta`y lchu deh….

    awal`y w g nyngka klo trnyta crta`y itu mnggelitik…
    bgus bgt crta`y…
    KEREN !!!

  2. wah kren bgt ceritanya….Itu kisah nyata apa kisah rekaan?

    Bgs juga klo dbikin film….

    admin:
    kisah nyata mas…
    wallahu ‘alam

  3. TEma blog anda menarik dan variativ.
    Aku sendiri aja belum bisa buat blog sebagus ini.

    Aku akan sering-sering mampir kesini membaca tulisan anda.
    Saya akan menyimpan alamat url/link anda.

    Update dan terus berkarya terus ya bos..

    Salam
    http://sekolahseks.wordpress.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s